top of page

Polemik Pelantikan Komjen Pol Iriawan


Isu dwi fungsi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali mencuat setelah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo melantik Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat pada tanggal 18 Juni 2018 lalu. Pengangkatan Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. berdasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 106/P Tahun 2018 tentang Pengesahan Pemberhentian dengan Hormat Gubernur dan Wakil Gubernur Masa Jabatan 2013-2018 dan Pengangkatan Penjabat Gubernur Jawa Barat. Dwi fungsi kepolisian sudah lama dihapus semenjak era reformasi bergulir. Namun, dewasa ini beberapa pihak berpendapat pemerintah kembali mengaktifkan isu dwi fungsi kepolisian atas dasar pelantikan tersebut. Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. sebelum dilantik menjabat sebagai Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) atau pejabat esselon satu Sestama Lemhanas atau setara dengan Direktur Jenderal (Dirjen) atau Sekretariat Jenderal (Sekjen) di Kementerian. Sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Utama Lemhanas, Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. pada struktural Polri terakhir menjabat sebagai Asisten Bidang Operasi Kapolri.

Pengisian penjabat gubernur diatur pada Pasal 201 ayat (10) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) menyatakan bahwa :

“Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Sedangkan pengertian dari jabatan pimpinan tinggi madya dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 (UU ASN). Dalam kasus pelantikan Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. kali ini terdapat 2 (dua) argument yang saling bertolak belakang.

Argumen pertama, berdasarkan pada Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 (UU Polri) yang berbunyi:

“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”

Dalam Pasal 109 ayat (2) UU ASN menyatakan bahwa :

“Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisisan Negara Republik Indonesia setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.”

Merujuk pada Pasal 28 ayat (3) UU Polri dan Pasal 109 ayat (2) UU ASN di atas, anggota Polri yang masih aktif harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu sebelum menduduki jabatan pada instansi sipil. Sehingga sudah sewajarnya Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. berhenti terlebih dahulu dari Polri sebelum menjabat sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat meskipun sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Utama Lemhanas. Menurut Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai pelantikan Komjen Pol Iriawan tidak bisa dilakukan, Komjen Pol Iriawan tidak berhenti dari kepolisian meskipun menjabat sebagai Sekretaris Utama Lemhanas, Mantan Kapolda Metro Jaya itu hanya sekedar dipinjamkan dari kepolisian.[1]

Akan tetapi menurut pandangan argument kedua memandang bahwa dalam pelantikan Penjabat Gubenur Jawa Barat kali ini, kita harus melihat semua peraturan perundang-undangan secara komprehensif. Pada dasarnya seorang Anggota Polri yang masih aktif tidak diperbolehkan menduduki jabatan di luar kepolisian terlebih menduduki jabatan politik yakni seorang gubernur. Sebelum Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. dilantik menjadi Penjabat Gubernur, beliau menduduki jabatan pada instansi sipil yaitu Lembaga Ketahanan Nasional sebagai Sekretaris Lemhanas. Dimana Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. tidak perlu untuk mengundurkan diri atau pensiun dari keanggotaan Polri. Hal tersebut berdasarkan pada Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2002 (PP No. 21 Tahun 2002). Posisi sebagai Sekretaris Utama Lemhanas membuat Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. termasuk pejabat pimpinan tinggi madya. Sehingga siapapun yang menjabat sebagai Sekretaris Lemhanas dapat dilantik menjadi Penjabat Gubernur, sesuai dengan Pasal 201 ayat (10) UU Pilkada, Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU ASN. Sejalan dengan hal tersebut, dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2018 menyatakan bahwa Penjabat Gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau setingkat di lingkup pemerintah pusat atau provinsi.

Meminjam argumen dari Ahli Administrasi Negara dari Universitas Atmajaya Yogyakarta, Riawan Tjandra berpendapat secara hukum administrasi pemerintah dapat melantik Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat dengan menggunakan analogi seperti banyak penyidik kepolisian yang kemudian ditugaskan di KPK dan diberhentikan sementara selama menjabat sebagai penyidik di KPK, hal yang sama dapat dilihat juga dalam pelantikan kali ini.[2] Lebih lanjut lagi, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, menerangkan bahwa Komjen Pol Drs. Mochammad Iriawan, S.H., M.M., M.H. dilantik menjadi penjabat gubernur bukan karena menjabat sebagai anggota Polri, tetapi karena posisinya sebagai Sekretaris Lemhanas.[3] Secara administratif menurut Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala menilai tidak ada masalah dari pelantikan tersebut, Kementerian Dalam Negeri disebutnya telah mempersiapkan pelantikan tersebut dan Mantan Kapolda Metro Jaya itu pula telah diangkat menjadi Sekretaris Utama Lemhanas.[4] Melihat kebelakang pada Tahun 2016 kasus serupa telah terjadi pada saat Mendagri Tjahjo Kumolo melantik Irjen Pol Carlo B Tewu sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 143/P Tahun 2016. Irjen Pol Carlo B Tewu memimpin Sulawesi Barat selama 134 hari dan sebelum dilantik sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat Irjen Pol Carlo B Tewu menjabat sebagai Ahli Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Daftar Pustaka

Ahmad Fikri, “Komisioner Ombudsman : Pelantikan M Iriawan seperti dipaksakan”, https://metro.tempo.co/read/1099176/komisioner-ombudsman-pelantikan-m-iriawan-seperti-dipaksakan, diakses pada 21 Juni 2018

Andrian Pratama Taher, “Pengangkatan Iriawan Sebagai PJ Gubernur Jawa Barat Melanggar UU ?”, https://tirto.id/pengangkatan-iriawan-sebagai-pj-gubernur-jawa-barat-melanggar-uu-cMyF, diakses pada 21 Juni 2018

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisisan Republik Indonesia Menjadi Pegawai Negeri Sipil Untuk Menduduki Jabatan Struktural Sebagai-mana Telah Diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2002.

Keputusan Presiden Nomor 143/P Tahun 2016

Keputusan Presiden Nomor 106/P Tahun 2018 Tentang Pengesahan Pemberhentian dengan Hormat Gubernur dan Wakil Gubernur Masa Jabatan 2013-2018 dan Pengangkatan Penjabat Gubernur Jawa Barat.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Tags:

Recent Posts
Archive
bottom of page