top of page

Memotret Halaman Buku dalam Hak Cipta

Pertanyaan: Apakah memotret beberapa halaman dari buku orang lain termasuk melanggar hak cipta dalam hal menggandakan hak cipta?

Jawaban:

Terima kasih MA atas pertanyaannya!

Berikut hasil pembahasan dan analisis Kami mengenai pemotretan halaman buku dalam Hak Cipta.

Sebelum membahas topik lebih lanjut, penting halnya untuk mengetahui definisi hak cipta serta ciptaan terlebih dahulu. Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1] Secara singkat, Hak Cipta dapat diartikan sebagai hak kepemilikan yang dimiliki oleh Pencipta berupa adanya perlindungan terhadap Ciptaan seseorang.[2] Ciptaan yang dimaksud merupakan setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.[3] Ciptaan dalam kehidupan sehari-hari dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, salah satunya dalam teknologi. Dari tahun ke tahun, teknologi terus mengalami perkembangan yang pesat. Kehadiran teknologi memang memudahkan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama bagi kita dalam mencari, mengakses, serta mengunggah berbagai macam informasi. Saat ini, terdapat berbagai cara untuk memperoleh informasi seperti untuk mendapatkan tulisan yang ada di dalam buku, koran, serta naskah tertulis menggunakan teknologi media digital. Cara-cara tersebut tak jarang dilakukan untuk menggandakan suatu ciptaan. Penggandaan sendiri merupakan proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.[4] Dalam beberapa kasus, masih banyak masyarakat yang belum memahami hubungan teknologi dengan hak cipta. Misalnya, apakah memotret beberapa halaman dari buku karya orang lain termasuk melanggar hak cipta dalam hal penggandaan. Dalam hal ini, sangatlah perlu untuk melihat tujuan di balik tindakan penggandaan itu. Hal ini penting untuk diketahui agar kehadiran teknologi tidak membawa dampak negatif bagi beberapa seperti kerugian materiil dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tersebut.


Hak cipta tentunya memiliki regulasi yang menjadi dasar segala hal mengenainya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) menjadi dasar hukum yang dipakai untuk segala hal mengenai Hak Cipta di Indonesia. Untuk mengetahui apakah kegiatan memotret halaman dari buku karya orang lain termasuk pelanggaran hak cipta, maka beberapa pasal dalam UU Hak Cipta yang akan menjadi fokus pembahasan adalah Pasal 12 ayat (1), Pasal 43, Pasal 44, Pasal 46 dan Pasal 47. Setiap pasal tersebut membahas inti-inti yang berbeda. Pada prinsipnya, dalam Hak Cipta terdapat hak eksklusif yang berarti bahwa tidak ada pihak lain yang boleh menggunakan hak tersebut kecuali dengan izin dari Penciptanya atau dibenarkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]


Buku merupakan Ciptaan yang dilindungi.[6] Artinya, Ciptaan yang sudah diwujudkan dalam bentuk buku nyata tersebut, baik yang tidak atau belum dilakukan pengumuman, dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.[7] Adapun sebagaimana arti penggandaan yang tertera dalam UU Hak Cipta, tindakan memotret beberapa halaman dari buku dapat dikategorikan sebagai tindakan penggandaan. Tindakan memotret termasuk dalam penggandaan Ciptaan karena hasil penggandaan (foto) berasal dari tindakan penggandaan yang dapat digolongkan permanen maupun sementara. Selain itu, foto tersebut mengandung isi dari buku yang digandakan secara digital. Secara langsung, foto tersebut merupakan salinan walaupun dapat dihapus sewaktu-waktu (sementara). Dalam hal ini, hal yang digandakan merupakan adalah halaman buku.


Sebelum membahas lebih lanjut, kita harus memahami perbedaan antara penggandaan dan pembajakan. Penggandaan merupakan proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.[8] Berbeda dengan penggandaan, definisi pembajakan adalah penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.[9] Dalam menentukan apakah penggandaan yang dilakukan oleh seseorang dikategorikan sebagai pembajakan atau tidak, maka perlu diperhatikan terlebih dahulu niat atau tujuan seseorang dalam melakukan tindakan penggandaan tersebut. Adapun pemotretan beberapa halaman buku tersebut apabila tujuannya untuk dijual (komersial) demi memperoleh keuntungan ekonomi, maka dapat dikategorikan sebagai tindakan pembajakan dan merugikan Pencipta karena Pencipta adalah orang yang memiliki hak ekonomi atas karyanya.[10] Hak ekonomi yang dimaksud sebelumnya merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.[11] Hak ekonomi yang dimiliki oleh Pencipta beberapa diantaranya ialah hak untuk melakukan:


  1. penerbitan Ciptaan;

  2. penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

  3. pendistribusian Ciptaan atau salinannya; serta

  4. pengumuman Ciptaan.



Terkait sanksi pembajakan, setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan Penggandaan Ciptaan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).[12]

Adapun beberapa hal yang dikategorikan sebagai penggandaan yang tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta ialah seperti penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli.[13] Penggandaan yang diperbolehkan selain yang disebutkan sebelumnya merupakan penggandaan yang dilakukan untuk keperluan perpustakaan. Keperluan perpustakaan tersebut tentunya bukan untuk tujuan komersial. Perpustakaan dapat menggandakan sebuah Ciptaan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan cara reprografi dan penggandaan dengan tujuan pemeliharaan atau penggantian salinan yang diperlukan atau rusak/hilang/musnah. seperti tujuan untuk menggantikan salinan yang telah rusak.[14] Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan,[15] serta penggandaan potret pemimpin negara, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah.[16] Selain itu, apabila seseorang melakukan penggandaan dengan memotret beberapa halaman buku orang lain mempunyai tujuan pendidikan, penyelenggaraan dalam badan yudikatif, eksekutif, dan legislatif, ceramah berpendidikan, pertunjukan yang tidak merugikan Pencipta[17] juga tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika tujuannya pun tidak untuk keuntungan komersial.[18] Tujuan-tujuan tersebut haruslah dicantumkan secara lengkap atau juga dengan mencantumkan sumbernya.[19] Tidak hanya itu, penggandaan untuk tujuan kepentingan pribadi hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.[20] Adapun penggandaan untuk kepentingan pribadi tidak mencakup penggandaan terhadap karya arsitektur dalam bentuk bangunan atau konstruksi lain, substansial dari suatu buku atau notasi musik, substansial dari database dalam bentuk digital, program komputer dan penggandaan untuk kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.[21]


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa memotret halaman buku termasuk penggandaan. Namun tidak dapat dikatakan secara langsung bahwa perbuatan tersebut adalah pembajakan yang melanggar hak cipta, melainkan harus dilihat niat atau tujuan orang tersebut dalam melakukan penggandaan. Jika seseorang mendasari perbuatan penggandaannya untuk tujuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 44 UU Hak Cipta dan dengan mencantumkan sumbernya, maka penggandaan tersebut tidak dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Cipta. Namun apabila seseorang mendasari penggandaan itu dengan tujuan untuk meraup keuntungan ekonomi dan penggandaan itu dilakukan tanpa izin, maka penggandaan tersebut dapat dikatakan sebagai pembajakan dan merupakan pelanggaran Hak Cipta. Adapun jika penggandaan yang dilakukan bertujuan untuk kepentingan pribadi, maka hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali penggandaan terhadap ciptaan tersebut serta tidak perlu meminta izin kepada pemilik hak cipta, dengan pengecualian yang terdapat dalam Pasal 46 ayat (2) UU Hak Cipta.


Demikian hasil pembahasan dan analisis dari Kami, semoga dapat mencerahkan.


*Jawaban pertanyaan ALSA Legal Assistance ini tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat, dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. ALSA Legal Assistance dan ALSA LC UGM tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan, atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam laman ALSA Legal Assistance.


Untuk pendapat hukum lebih lanjut, disarankan untuk menghubungi profesional yang memiliki keahlian pada bidang tersebut*


Dasar Hukum:

[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta [“UU Hak Cipta”], Pasal 1(1)

[2] David I. Bainbridge, Komputer dan Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), hlm. 15.

[3] UU Hak Cipta, op.cit, Pasal 1(3).

[4] Ibid. Pasal 1(12).

[5] Budi Agus, 2017, Pembatasan dan Pengecualian Hak Cipta di Era Digital, Citra Aditya Bakti, Bandung.

[6] UU Hak Cipta, op.cit, Pasal 40 ayat (1)(a).

[7] Ibid. Pasal 40 ayat (2) dan (2).

[8] Ibid. Pasal 1 ayat (12).

[9] Ibid. Pasal 1 ayat (23).

[10] Ibid. Pasal 8.

[11] Ibid.

[12] Ibid. Pasal 113.

[13] Ibid. Pasal 43(a).

[14] Ibid. Pasal 47.

[15] Ibid. Pasal 43(b).

[16] Ibid. Pasal 43(e).

[17] Ibid. Pasal 44.

[18] Ibid. Pasal 44(1).

[19] Ibid. Pasal 44(2).

[20] Ibid. Pasal 8.

[21] Ibid. Pasal 46(2).


Tags:

Recent Posts
Archive
bottom of page