top of page

Tanggung Jawab Korporasi Berdasarkan Konsep Green Swan oleh John Elkington

Terima kasih atas pertanyaannya!

Pertanyaan yang diberikan oleh Saudari A merupakan permasalahan mengenai pergeseran paradigma bisnis berkelanjutan menjadi arena transaksional semata yang diimplementasikan melalui penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam konsep green swan yang dijelaskan oleh John Elkington di era maraknya isu gas emisi karbon.


Dalam menjawab pertanyaan ini, kami akan merujuk pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas, serta berbagai literatur lainnya.


Mengenal Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dan Bisnis Berkelanjutan

Pada umumnya, perusahaan berorientasi untuk mendapatkan laba bagi pihak internalnya. Hal ini tersirat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), bahwa tujuan pendirian PT adalah untuk mendapatkan keuntungan. Namun, di sisi lain, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial atas penggunaan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk mengakomodir kepentingan operasionalnya. Adapun, tanggung jawab sosial tersebut dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility atau CSR. CSR merupakan suatu konsep keikutsertaan perusahaan untuk turut berperan dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan, khususnya untuk masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut. Indonesia mengatur ketentuan mengenai CSR secara spesifik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 3 PP a quo, CSR hanya diwajibkan bagi PT yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Dengan kata lain, implementasi CSR yang harus dilaksanakan oleh perusahaan masih dalam artian yang sempit.


Berdasarkan eksplanasi tersebut, dapat dikatakan bahwa CSR dalam arti sempit mengacu pada tanggung jawab perusahaan terhadap dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan operasionalnya. Dilihat dari segi praktisnya, CSR kerap kali dianggap sebagai “arena bagi-bagi uang” dikarenakan banyaknya kritik terhadap beberapa cara implementasi CSR yang lebih bersifat simbolis atau sekadar bentuk pemasaran demi meningkatkan citra perusahaan. Padahal, idealnya penerapan CSR merujuk pada upaya pembangunan sustainable business atau bisnis berkelanjutan. Dalam hal ini, konsep bisnis berkelanjutan merupakan konsep bisnis yang tidak hanya bertujuan mencari keuntungan, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang secara konsisten dengan memprioritaskan prinsip people, profit, dan planet dalam strategi bisnisnya.


Kontekstualisasi Paradigma Green Swan oleh John Elkington

Pada era modern ini, CSR membawakan perubahan besar dengan menghadirkan sebuah paradigma baru bisnis berkelanjutan. Adapun, paradigma tersebut dikenal dengan konsep Green Swan yang dikenalkan oleh John Elkington pada tahun 2020. Konsep Green Swan merupakan evolusi dari konsep Triple Bottom Line yang mencakup "profit", "people", dan "planet". Dalam pelaksanaanya, konsep tersebut masih berorientasi pada keuntungan. Korporasi menerapkan konsep tersebut sebagai pembenar atas tindakan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, sedangkan tanggung jawab korporasi terhadap masyarakat cukup dengan sebagian porsi saja. Oleh karena itu, konsep Green Swan ini muncul sebagai penyempurna konsep sebelumnya yang telah dibuat oleh John Elkington. Adapun, Elkington menambahkan dua aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu "prosperity" dan "peace". Kedua konsep tersebut hadir atas adanya kajian bahwa penerapan CSR tidak hanya terbatas pada pangkalnya saja, tetapi juga legal compliance suatu korporasi terhadap isu lingkungan dan sosial.


Konsep Green Swan juga memperkenalkan value system, yang mana aspek kelestarian dan pemberdayaan komunitas menjadi satu kesatuan pada ekosistem bisnis. Elkington mengatakan konsep tersebut sebagai sebuah entitas baru yang keberadaannya dianggap sebagai roh dalam menjalankan kegiatan bisnis. Lahirnya konsep green swan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bisnis seiring dengan solusi penanganan pada krisis lingkungan dan mengatasi ketimpangan atau regenerative capitalism. Selain itu, konsep tanggung jawab dalam green swan diartikan lebih luas dibandingkan konsep CSR yang sebelumnya. Hal ini dikarenakan, paradigmanya tidak hanya terbatas pada tanggung jawab penggunaan sumber daya yang telah digunakan, tetapi juga kontribusi yang berorientasi pada keselarasan permasalahan saat ini. Dengan demikian, green swan merupakan paradigma bisnis berkelanjutan yang mengarahkan perusahaan untuk menambahkan ‘jiwa’ atau rasa kewajiban dalam menyelesaikan permasalahan saat ini demi terciptanya efektivitas penanganan terhadap permasalahan tersebut.


Munculnya konsep green swan sebagai tonggak perubahan pendekatan CSR merupakan suatu kemajuan solutif dalam menanggapi permasalahan perubahan iklim, salah satunya adalah mengurangi emisi gas karbon. Permasalahan lingkungan, sejatinya menjadi target terbesar untuk ditangani melalui adanya konsep green swan. Oleh karena itu, jika berbicara mengenai transisi paradigma baru ini, diawali dengan adanya kesadaran dan introspeksi global atas perubahan iklim dan pertumbuhan ekonomi yang tidak pernah berjalan sejajar. Dengan disadari pentingnya permasalahan tersebut, negara dunia mengadakan Perjanjian Paris pada tahun 2016. Sejak saat itu pula, Indonesia dan negara di dunia menyusun berbagai strategi implementasi agar dapat melaksanakan dan menepati janji yang telah disepakati di Paris. Adapun, perubahan iklim ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap berbagai aspek. Misalnya, dalam aspek sosial, ketidakmerataan perubahan iklim yang dirasakan oleh semua lapisan masyarakat menjadi perhatian besar karena memiliki dampak pada permasalahan distribusi pendapatan. Selain ketidakmerataan tersebut yang sangat rentan terhadap masyarakat miskin, dalam aspek ekonomi, perubahan iklim juga memiliki dampak terhadap instabilitas ekonomi. Tidak hanya itu, studi mengatakan seperempat dari output ekonomi global akan hilang begitu saja jikalau tidak dilakukan upaya yang signifikan. Melalui latar belakang tersebut, negara dunia merasa perlu adanya penerapan konsep green swan dalam rangka mendukung janji untuk menyelaraskan perubahan iklim dan pertumbuhan ekonomi.


Bagaimana Implementasinya Dalam Regulasi CSR?

Penerapan konsep Green Swan dalam CSR membutuhkan transformasi sistemik terkait pandangan bisnis keberlanjutan. Tidak lagi sebatas instrumen branding atau kewajiban berbagi uang secara simbolis, CSR menjadi landasan utama bagi pembiayaan melalui investasi dan obligasi, terutama terkait Environmental, Social, and Governance (ESG). Standar internasional, sebagaimana diterapkan oleh International Council of Mining and Metals (ICMM) dalam industri logam, menegaskan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan komunitas berada dalam rantai pasok global. Urgensi penerapan kebijakan perusahaan yang komprehensif dan berkesinambungan dalam visi keberlanjutan menjadi semakin mengemuka.


Perlu diperhatikan bahwa esensi konsep Green Swan terletak pada penginternalisasian CSR dalam kebijakan perusahaan dari pangkalnya. Hal ini menekankan bahwa suatu perusahaan dikatakan "responsible" tidak hanya dengan adanya CSR, melainkan turut melibatkan legal compliance dan integritas internal perusahaan, seperti melalui penerapan AMDAL dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukannya. Dengan demikian, Green Swan mendorong perusahaan untuk menerapkan kebijakan CSR lebih jauh dari sekadar formalitas dan menciptakan dampak positif yang lebih substansial.


Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan 3 (tiga) aspek fundamental. Pertama, kemampuan bridging knowledge untuk menghubungkan visi keberlanjutan dari top management ke realitas lapangan. Kedua, instrumental corporate policy untuk membangun kerangka kerja yang dapat merealisasikan visi keberlanjutan melalui program-program konkret dan inklusif. Ketiga, monitoring dan improving action untuk memastikan program-program tersebut mencapai tujuan yang direncanakan serta terus melakukan improvisasi agar terbentuk ekosistem penunjang yang optimal. Kolaborasi dengan pemerintah juga menjadi hal yang krusial, di mana pemerintah tidak hanya menjadi pengelola sumber daya perusahaan, tetapi juga fasilitator dalam menghubungkan sumber daya dengan potensi pengembangan program di tingkat komunitas, melibatkan multi stakeholder dalam solusi inovatif dan berkelanjutan.


Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari analisis kami mengenai penerapan CSR dan segala mekanisme serta konsekuensinya, kami yakin bahwa CSR tetap dapat diimplementasikan sebagai mekanisme yang solutif dalam menjamin pembangunan ekonomi hijau berkelanjutan, salah satu yang paling penting adalah dalam bidang pemberdayaan lingkungan. Sebagaimana yang telah dijabarkan, implementasi CSR yang baik merupakan pengaplikasian yang tidak hanya baik kepada konsumen, melainkan kepada entitas-entitas yang berdampak pada aspek masyarakat sekitar. Adapun, CSR dalam konsep yang dicanangkan oleh John Elkington merupakan poin tambahan dalam memperketat komitmen korporasi terhadap lingkungan dan masyarakat. Hal tersebut ditambahkan oleh Elkington sebagai upaya memaksimalkan konsep CSR yang diinternalisasikan sejak awal melalui legal compliance terhadap isu lingkungan dan sosial.


Demikian hasil analisis kami semoga dapat tercerahkan.


*Jawaban pertanyaan ALSA Legal Assistance ini tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat, dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. ALSA Legal Assistance dan ALSA LC UGM tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan, atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam laman ALSA Legal Assistance.


Untuk pendapat hukum lebih lanjut, disarankan untuk menghubungi profesional yang memiliki keahlian pada bidang tersebut.


*Jawaban kami telah mendapat review oleh Dr. Wahyu Yun Santoso, S.H., M.Hum., LL.M.


DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas


Internet

Arfandi, Hafidz. “Tanggung Jawab Sosial Di Era ”Green Swan”.” Harian Kompas. 9 April 2023. https://www.kompas.id/baca/opini/2023/04/06/tanggung-jawab-sosial-di-era-green- swan?status=sukses_login&utm_source=kompasid&utm_medium=login_paywall&utm_campaign=login&utm_content=https%3A%2F%2Fwww.kompas.id%2Fbaca%2Fopini%2F2023%2F04%2F06%2Ftanggung-jawab-sosial-di-era-green-swan%3Floc%3Dheader&status_login=login. (diakses pada 9 November 2023).


Auli, Renata Christha. “Apa itu CSR dan Fungsinya.” hukumonline.com. https://www.hukumonline.com/klinik/a/apa-itu-csr-dan-fungsinya-lt6172b14dd8327/. (diakses pada 8 November 2023).


Miller, Kelsey. “The Triple Bottom Line: What It Is & Why It’s Important.” Harvard Business School, Business Insights. 8 Desember 2020. https://online.hbs.edu/blog/post/what-is-the-triple-bottom-line. (diakses pada 12 November 2023).


Tags:

Recent Posts
Archive
bottom of page