top of page

Regulasi Pemagangan Akademik dan Non-Akademik di Indonesia

Pertanyaan

Hello! Saya sedang berencana untuk melaksanakan magang pada akhir tahun ini di law firm atau institusi pemerintah. Saya mendengar banyak review yang beragam mengenai pengalaman magang dari senior dan teman-teman saya, yaitu ada pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Saya ingin bertanya, apa saja hak dan kewajiban saya nantinya sebagai peserta magang dan perusahaan tempat saya melakukan magang menurut hukum Indonesia? Apakah ada pembatasan waktu kerja, standar upah minimum, atau penanggungan biaya makan atau transportasi untuk seorang peserta magang? Kemudian, apakah terdapat beberapa work field tertentu yang tidak boleh dijadikan sebagai tempat magang oleh mahasiswa hukum?

Jawaban

Terima kasih ST atas pertanyaannya!


Berikut hasil pembahasan dan analisis Kami mengenai hak-hak dalam masa pemagangan.


Di dalam dunia akademik maupun profesi, kita dapat menjumpai banyak cara untuk mengasah skill dalam bekerja, salah satunya adalah melalui pemagangan. Pemagangan merupakan bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.[1] Pertanyaan yang sering dihadapi oleh calon peserta pemagangan adalah mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai calon peserta pemagangan yang diberikan dari kantor, pembatasan jam kerja magang, berapa jumlah insentif yang diberikan kepada peserta pemagangan, akomodasi yang diberikan oleh institusi, serta batas-batas pekerjaan yang dapat dilakukan oleh seorang peserta pemagangan. Dilihat dari tujuan pemagangan, terdapat dua jenis pemagangan, pemagangan yang bertujuan untuk pelatihan kerja (pemagangan non-akademik) dan pemagangan yang bertujuan untuk memenuhi tuntutan akademik (pemagangan akademik).


Pemagangan non-akademik dapat dilihat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang membahas hak-hak peserta pemagangan sebagaimana telah diatur dalam perjanjian pemagangan yang sudah disepakati oleh peserta pemagangan dan institusi yang berhubungan.[2] Pemagangan yang dilaksanakan tanpa adanya perjanjian pemagangan sebelum mulainya pemagangan merupakan pemagangan yang tidak sah dan peserta pemagangan tersebut akan dikategorikan sebagai buruh perusahaan penyelenggara pemagangan.[3] Peraturan mengenai pemagangan secara lebih lanjut juga diatur dalam peraturan sektoral yaitu di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri (“Permenaker 36/2016”) yang mengatur hak-hak peserta pemagangan dalam pelaksanaan pemagangan secara lebih spesifik.[4] Hak-hak peserta pemagangan dapat dilihat pada Pasal 12 Permenaker 36/2016, yang menyatakan hak-hak seperti memperoleh fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja selama mengikuti pemagangan, memperoleh uang saku, memperoleh perlindungan dalam bentuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian, dan memperoleh sertifikat. Uang saku yang dimaksud adalah biaya transportasi (akomodasi), uang makan, dan insentif peserta pemagangan. Namun, tidak ada regulasi yang menyatakan nominal mengenai insentif yang harus diberikan kepada peserta pemagangan. Sementara itu, mengenai jangka waktu pemagangan, Pasal 6(7) Permenaker 36/2016 menetapkan yaitu maksimal satu tahun setelah ditandatanganinya perjanjian pemagangan,[5] tetapi tidak ada regulasi spesifik mengenai jam kerja harian dalam pemagangan.


Adapun dasar hukum mengenai pemagangan akademik diatur dalam Kemenristek Dikti Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 123/M/KPT/2019 Tentang Magang Industri dan Pengakuan Satuan Kredit Semester Magang Industri untuk Program Sarjana dan Sarjana Terapan (“Kepmen 123/M/KPT/2019”).[6] Pemagangan akademik berbeda dengan pemagangan yang disinggung dalam UU Ketenagakerjaan. Pemagangan akademik dapat berupa pemenuhan kurikulum atau persyaratan profesi tertentu seperti profesi dokter, advokat dan notaris.[7] Pemagangan akademik juga mencakup pemagangan industri yang diperuntukkan bagi mahasiswa program sarjana dan mahasiswa terapan. Ketentuan mengenai pemagangan akademik dapat dilihat sebagai berikut :


1. Ketentuan pada Kepmen 123/M/KPT/2019

  • Syarat Pemagangan Akademik : Mahasiswa program sarjana atau mahasiswa terapan.

  • Ketentuan Waktu Pemagangan : Minimal 1 (satu) bulan yaitu 5 (lima) hari kerja per minggu, 8 (delapan) jam per hari serta setara dengan 2.720 menit magang (45 jam).[8]

  • Insentif yang Diperoleh Peserta Pemagangan : Tidak ada pengaturannya.

  • Hak-hak yang Diperoleh Peserta Pemagangan : Terhitungnya program magang dalam satuan kredit semester (SKS).[9]

  • Kewajiban Tempat Pemagangan : Tidak ada pengaturan-nya.


2. Perusahaan Swasta Jakarta [10]

  • Syarat Pemagangan Akademik : Tidak ada pengaturan-nya.

  • Ketentuan Waktu Pemagangan : 31% peserta pemagangan menjalani periode pemagangan selama 10-12 minggu atau 2-3 bulan. [11]

  • Insentif yang Diperoleh Peserta Pemagangan : 25% peserta pemagangan mendapat imbalan > Rp 2.000.000.[12]

  • Hak-hak yang Diperoleh Peserta Pemagangan : Tidak ada pengaturan-nya.

  • Kewajiban Tempat Pemagangan : Tidak ada pengaturannya


3. FH UGM[13]

  • Syarat Pemagangan Akademik : Pemagangan I : Minimal 55 SKS, minimal GPA 2.50/4.00, terdaftar sebagai mahasiswa aktif, mengisi registrasi internship (KRS) di awal semester tersebut. Pemagangan II : Minimal 91 SKS, telah menyelesaikan pemagangan I, minimal GPA 2.50/4.00, terdaftar sebagai mahasiswa aktif, mengisi registrasi internship (KRS) di awal semester tersebut.

  • Ketentuan Waktu Pemagangan : Tidak ada pengaturannya.

  • Insentif yang Diperoleh Peserta Pemagangan : Tidak ada pengaturannya.

  • Hak-hak yang Diperoleh Peserta Pemagangan : Terhitungnya masa pemagangan sebagai kredit SKS yang merupakan syarat kelulusan.

  • Kewajiban Tempat Pemagangan : Tidak ada pengaturannya.


Adapun aturan mengenai pemagangan akademik di law firm, sebagian besar law firm tidak mencantumkan jangka waktu pemagangan, insentif yang diberikan kepada peserta pemagangan serta ketentuan akomodasi (transportasi dan makan) peserta pemagangan pada situs law firm terkait. Informasi yang dapat diakses secara umum hanya mengenai persyaratan pemagangan akademik dan hak peserta pemagangan. Misalnya Hadiputranto Hadinoto & Partners menyatakan bahwa persyaratan program pemagangan bagi mahasiswa berupa nilai minimum GPA 3.0/4.0, transkrip nilai untuk 110 SKS, persyaratan bahasa dan lain sebagainya serta adanya tes tertulis dan wawancara.[14] Adapun Hanafiah Ponggawa & Partners menyatakan bahwa peserta pemagangan dapat memperoleh hak berupa laporan evaluasi pemagangan untuk kredit SKS mahasiswa yang bersangkutan.[15]


Dengan demikian, dapat kita simpulkan beberapa hal mengenai pemagangan akademik bahwa ketentuan mengenai jangka waktu pemagangan akademik, insentif minimal yang dapat diperoleh peserta program pemagangan akademik dan ketentuan akomodasi peserta program pemagangan akademik tidak diatur bersamaan dalam satu regulasi hukum nasional. Hukum nasional dalam Kepmen 123/M/KPT/2019 hanya mengatur mengenai jangka waktu pemagangan akademik. Ketentuan lain secara lebih spesifik diatur dalam peraturan perusahaan, instansi pemerintahan atau universitas terkait seperti yang telah dijelaskan di atas. Adapun untuk instansi pemerintahan, pengaturannya dapat dilihat pada undang-undang instansi terkait. Kemudian, untuk pemagangan akademik di law firm, hanya syarat dan hak peserta pemagangan yang dapat diketahui informasinya. Secara umum, setelah menyelesaikan program pemagangan di instansi, perusahaan, atau law firm terkait, mahasiswa dapat memperoleh hak berupa terpenuhinya SKS yang bersangkutan.


Demikian hasil pembahasan dan analisis dari Kami, semoga dapat mencerahkan.

*Jawaban pertanyaan ALSA Legal Assistance ini tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat, dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan. ALSA Legal Assistance dan ALSA LC UGM tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan, atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam laman ALSA Legal Assistance.


Untuk pendapat hukum lebih lanjut, disarankan untuk menghubungi profesional yang memiliki keahlian pada bidang tersebut*

Dasar Hukum :

[1] Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1(11) [“UU Ketenagakerjaan”]

[2] UU Ketenagakerjaan, op.cit, Pasal 22(2)

[3] Ibid. Pasal 22(3)

[4] Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri [“Permenaker 36/2016”], Bab IV

[5] Ibid, Pasal 6(7)

[6] Keputusan Menteri Nomor 123/M/KPT/2019 [“Kepmen 123/M/KPT/2019”]

[7] Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.

[8] Kepmen 123/M/KPT/2019, op.cit, diktum ketujuh.

[9] Ibid.

[10] Nabil dan Aryana, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Karyawan Magang Menjadi Karyawan Tetap, Hasil Penelitian, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia; Sebuah penelitian terhadap 116 mahasiswa tahun terakhir yang 83% menjalankan program pemagangannya di Jakarta dan 71% di perusahaan swasta.

[11] Ibid.

[12] Ibid.

[13] Internship Guidelines for International Undergraduate Program Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

[14] Hadiputranto Hadinoto & Partners, “Internship Program Customs Intern”, diunduh dari https://www.hhp.co.id/en/careers/internship-program-customs-intern, [diakses 19 Mei 2020].

[15] Harvardy, Marieta & Mauren Attorneys at Law, “Begini Kualitas yang Dicari Firma Hukum Besar dari Lulusan Kampus Hukum”, diunduh dari http://hmmattorneys.com/2018/05/14/begini-kualitas-yang-dicari-firma-hukum-besar-dari-lulusan-kampus-hukum/, [diakses 19 Mei 2020].

Tags:

Recent Posts
Archive
bottom of page